|

Moch. Fadil: Penerapan Hukum di Indonesia Seringkali Bias Gender

PONTIANAK – fuad.iainptk.ac.id, Dosen Fakultas Syariah, IAIN Pontianak, Moch. Fadil, S.H., M.H. menjadi salah satu presenter dalam cluster hukum pada International Conference On Religion, Humanity and Development (ICRHD) 2020 FUAD IAIN Pontianak, Senin, 16/3  di IAIN Pontianak.

Moch. Fadil, S.H., M.H. membawakan judul makalah Amnesty and Gender Equality in Indonesia (A Review of the Granting of President Jokowi’s Amnesty to Baiq Nuril). Makalah tersebut membahas mengenai amnesty yang diberikan Presiden Jokowi kepada Baiq Nuril atas kasus tuduhan dugaan tindak pidana mentransmisikan rekaman elektronik yang bermuatan kesusilaan.

Moch. Fadil, S.H., M.H. memaparkan bagaimana di Indonesia masih bersifat positivism sehingga terjadi bias gender secara patriarki. Hukum masih tidak memperhatikan kepentingan wanita serta keberpihakan akan kesetaraan gender dalam penegakan hukum.

Dirinya menjelaskan kronologis secara ringkas dan jelas bagaimana Baiq Nuril mengalami Sexual Harassment melalui telepon oleh bossnya lalu direkam kemudian diserahkan kepada temannya yang ternyata rekaman tersebut diserahkan kepada boss dari Baiq Nuril kemudian dilaporkan. Sehingga terjadi tuduhan dugaan tindak pidana mentransmisikan rekaman yang mengakibatkan Baiq Nuril menjadi bersalah. Sehingga Baiq Nuril dijatuhi pidana UU ITE pasal 27 ayat 1 dan pasal 45 ayat 1. Dari sinilah terlihat bahwasanya UU ITE masih tidak sensitif dalam pegakkan hukum di Indonesia. Oleh karenanya Presiden Jokowi memberikan amnesti kepada Baiq Nuril.

Ia memaparkan bahwa pemberian amnesti tidak dapat dilakukan begitu saja. Dalam PerPu UUD Dasar dijelaskan bahwa amnesti hanya dapat diberikan dalam kondisi kejahatan politik. Meski demikian, pada akhirnya Presiden Jokowi berani mendobrak hukum dan memberikan amnesti dengan berlandaskan pasal 14 ayat 2 UUD 1945 yang dijelaskan secara umum bahwa amnesti merupakan hak pregoratif presiden. Sehingga UUD 1945 yang merupakan konstitusi tertinggi dapat digunakan untuk melawan Perpu UUD Dasar.

“Seharusnya ini menjadi cambuk bagi para pembuat Undang-Undang Dasar,” ujar Dosen Fakultas Syariah, IAIN Pontianak, Moch. Fadil, S.H., M.H.

 

Penulis: Ahmad Yani

Editor: Sri Wahyuni

Similar Posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *