|

Wawancara Eksklusif Bersama Prof. Dr. Ibrahim, MA “Refleksi 79 Tahun Kemerdekaan Indonesia dalam Perspektif Sosial dan Kemanusiaan”

Pontianak, (fuad.iainptk.ac.id) – Dalam rangka memperingati 79 tahun kemerdekaan Indonesia, kami berkesempatan melakukan wawancara eksklusif dengan Prof. Dr. Ibrahim, MA., seorang dosen Fakultas Ushuluddin, Adab, dan Dakwah (FUAD) di IAIN Pontianak, sekaligus Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kalimantan Barat. Dalam wawancara ini, beliau memberikan pandangan mendalam tentang makna kemerdekaan yang sebenarnya dan refleksi kondisi sosial dan kemanusiaan di Indonesia.

Menurut Prof. Ibrahim, setelah 79 tahun merdeka, Indonesia masih belum sepenuhnya mencapai kemerdekaan yang hakiki, terutama dalam aspek sosial dan kemanusiaan. Beliau menjelaskan bahwa kemerdekaan sejati adalah kemampuan untuk mengelola diri secara bebas dari segala bentuk belenggu. “Jika konsep kemerdekaan itu adalah kemampuan kita mengelola diri dengan bebas baik kebebasan diri dari segala belenggu maka hakikat kemerdekaan sesungguhnya adalah kebebasan dari belenggu kemiskinan, keterbelakangan, dan kebodohan,” tegasnya.

Namun, dalam aspek tersebut, Prof. Ibrahim menyatakan bahwa Indonesia masih berada dalam “tanda kutip” belum merdeka. “Proses menuju kemerdekaan yang sebenarnya sudah kita lalui selama 79 tahun, kita terus berupaya mengisi kemerdekaan itu dan berjuang untuk bebas dari berbagai belenggu. Namun, perjuangan ini belum final,” ujarnya.

Prof. Ibrahim menekankan pentingnya mengisi nikmat kemerdekaan dengan membangun semua sisi kehidupan bangsa, terutama kesejahteraan dalam segala aspek kehidupan. “Ini adalah pekerjaan rumah kita bersama. Semua komponen bangsa harus bisa memikirkan dan mewujudkannya,” imbuhnya.

Beliau juga menyampaikan keprihatinannya terhadap beberapa aspek yang menunjukkan bahwa kita belum sepenuhnya merdeka secara signifikan. Meski ada kemajuan dalam infrastruktur, Prof. Ibrahim melihat bahwa kesejahteraan belum merata di seluruh lapisan masyarakat. “Kebijakan pemerintah harus mendukung proses mewujudkan keadilan bagi bangsa. Salah satu hal yang perlu diperhatikan adalah regulasi yang memastikan kesejahteraan merata, termasuk dalam penguasaan lahan untuk rakyat,” jelasnya.

Dalam wawancara tersebut, Prof. Ibrahim juga menanggapi isu yang tengah hangat diperbincangkan, yaitu tentang anggota Paskibraka yang harus melepaskan hijab saat pengukuhan dengan alasan kebinekaan. Menurutnya, kebijakan ini adalah sebuah kekeliruan dalam memahami Bhinneka Tunggal Ika. “Bhinneka Tunggal Ika itu adalah satu kesatuan, dan kesatuan tersebut terdiri dari berbagai kebinekaan. Bagaimana bisa bersatu kalau yang diajak cuma satu? Polemik ini harus diselesaikan dengan bijaksana, tanpa cacian, hujatan, atau tindakan anarkis,” ungkapnya.

Menutup wawancara, Prof. Ibrahim menyampaikan pesan khusus bagi civitas akademika IAIN Pontianak. Menurutnya, mengisi kemerdekaan bukan hanya tugas pemerintah, tetapi juga tanggung jawab bersama, termasuk dalam memajukan kampus. “Kampus kita masih memerlukan banyak hal dan partisipasi kita untuk memajukan IAIN Pontianak adalah bukti dari mengisi kemerdekaan. Ini adalah tanggung jawab kita bersama,” pungkasnya.

Penulis: Asip

Similar Posts