|

Dr. Wahab, M.Ag Kaji Pendidikan Islam pada Melayu Sambas dalam Tradisi Saprahan

PONTIANAK – fuad.iainptk.ac.id,Kearifan lokal merupakan satu warisan leluhur yang sarat dengan kebijakan-kebijakan yang berlaku dalam satu sistem kelompok masyarakat. Berangkat dari latar belakang diatas , Dosen IAIN Pontianak, Dr. Wahab, M.Ag  mengangkat tradisi saprahan ke dalam sebuah kajian kritis, yakni bagaimana pendidikan Islam dalam masyarakat Melayu Sambas pada agenda ICRHD 2020 FUAD IAIN Pontianak, Senin, 16/3.

“Saprahan dapat mendidik kepribadian. Ada upaya menusia untuk melakukan sesuatu yang benar,” ungkap Dr. Wahab, M.Ag yang juga merupakan Ketua Program Studi Pendidikan Agama Islam Pascasarjana IAIN Pontianak ini.

Menurutnya,  aturan tidak tertulis dalam pelaksanaan saprahan dapat mendidik kepribadian. Hal ini tergambar jelas dalam pelaksanaan saprahan yang harus dilakukan oleh enam orang yang duduk melingkar, menghadap lima jenis lauk, hanya tersedia 2 sendok, satu tempat nasi dan satu kobokan. Berdasarkan kajian kritisnya, ada tujuh nilai yang terdapat di dalam tradisi saprahan, yakni; kekompakan, etika, mau berbagi, ramah-tamah, menghilangkan ego, menjaga dan terjalin keakraban.

Kajian ini menarik perhatian peserta dan pembentang lainnya. Erick salah satu pembentang nampak menyambut antusias penelitian tersebut dan terinspirasi untuk melakukan kajian serupa terhadap tradisi gawai yang rutin dilaksnakan di kampung halamannya. “Menarik sekali kajian bapak, di kampung saya ada tradisi gawai, mungkin juga bisa dikaji,” tutur Erick dalam sesi sharing hasil penelitian.

Penelitian ini juga disambut antusias oleh mahasiswa, banyak pertanyaan yang diterima oleh Wahab, sebagai tanda ketertarikan mahasiswa terhadap hasil penelitian yang telah dipaparkan. “Kalau di dalam agama Islam, ketika makan maka dilarang berbicara. Sementara pada tradisi makan saprahan malah berbicara, itu bagaimana pak?” tanya Ainul Yakin, mahasiswa Psikologi Islam dalam sesi tanya jawab.

Inilah ciri khas dari tradisi saprahan, melalui makan bersama orang-orang menjalin keakraban. Di dalamnya mereka membicarakan hal yang baik-baik. Dan di dalam Islam pun ada pengucualian, untuk berbicara yang baik-baik. Tidak masalah. Demikianlah kearifan yang berlaku di masyarakat Melayu Sambas.

Penulis: Saripaini

Editor: Junaidi Abidin

Similar Posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *