Menebar Cinta Kepada Sesama, Studi Agama-Agama FUAD Gelar Dialog Lintas Iman
Pontianak – fuad.iainptk.ac.id, 9/12. Program studi Studi Agama-Agama IAIN Pontianak bekerjasama dengan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kota Pontianak melaksanakan Dialog Lintas Iman dengan tema Cinta Kepada Sesama dalam Perspektif Agama-Agama. Menghadirkan narasumber dari enam agama yang berbeda, yaitu Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha dan Konghucu, acara ini diselenggarakan untuk siswa siswi SMA/sederajat yang ada di Pontianak dan sekitarnya.
Ega Mahendra selaku Ketua HMPS SAA menyampaikan alasan diselenggarakannya acara dialog lintas iman ini di dalam sambutannya, dimana “Kegiatan ini merupakan bentuk kesadaran kita sebagai umat beragama dalam menyikapi kasus-kasus pelanggaran kebebasan beragama seperti intolerandi dan konflik agama”.
Acara ini sepenuhnya juga didukung oleh ketua program studi SAA, yaitu bapak Elmansyah, S.Pd.I., M.S.I. Dalam sambutannya beliau mengungkapkan bahwa “Kami sebagai tuan rumah moderasi beragama di Kalimantan Barat menjadi wadah untuk melaksanakan dialog lintas iman dalam rangka harmonisasi. Disamping itu beliau juga menambahkan jika dialog kerukunan ini dilaksanakan berdasarkan firman Allah di dalam Al-Qur’an, dimana Allah menjadikan manusia berbeda-beda agar manusia itu berpikir”.
Tidak cukup sampai disitu, bapak Dr. Muhammad Edi Kurnanto, S.Ag., M.Pd., selaku Dekan FUAD IAIN Pontianak ikut serta mendukung kegiatan ini. “Kita adalah masyarakat Kalbar yang multietnis, multikultural dan multibahasa yang apabila tidak di-manage dengan baik akan menimbulkan perpecahan. Hari ini kita berdialog bukan untuk mencari perbedaan , melainkan mencari titik temu untuk membangun Kalbar dan Indonesia yang rukun dan damai”, imbuhnya.
Pada sesi dialog, para narasumber memantik dengan menyampaikan materi mengenai bagaimana setiap agama memaknai cinta kepada sesama. Dalam ajaran Konghucu, bapak Tjhin Djie Sen menerangkan bahwa cinta kepada sesama merupakan wujud penghormatan manusia terhadap manusia lain yang memiliki perbedaan masing-masing. Selain itu, Nabi Konghucu mengajarkan “Lebih baik menuntut pengabdian diri sendiri daripada menuntut orang lain”, tuturnya saat menyampaikan materi.
Di dalam ajaran Hindu, bapak I Wayan Sudiana menegaskan bahwa untuk mencapai shanti (damai) maka hubungan terhadap sesama manusia harus dijaga selain hubungan kepada Tuhan dan alam semesta. Ajaran Hindu mengatakan “Aku adalah kamu dan kamu adalah aku”, yang berarti ajaran ini menegaskan kalau semua manusia itu adalah sama disamping perbedaan yang dimilikinya. Beliau menekankan “Perbedaan itu pasti, jadi jangan dipersoalkan”.
Sementara itu, di dalam ajaran Katolik yang diterangkan oleh bapak Hadryantus Mentili, SE, sekaligus mewakili Kristen karena bapak Dr. Harry Saderach, M.H. M.Pd. berhalangan untuk hadir dikatakan bahwa ajaran mengenai cinta kepada sesama manusia sudah tertuang pada proses penciptaan dunia dalam Kitab Kejadian. Dimana Tuhan mengatakan jika tidak baik apabila dunia diisi dengan binatang dan tumbuhan, sehingga diciptakanlah manusia itu atas gambaran dan citra Tuhan. Karena manusia itu adalah citra Tuhan, maka ia harus dihormati dan dicintai.
Selanjutnya adalah konsep cinta kepada sesama dalam pandangan Islam yang disampaikan oleh bapak Drs. H. Slamet Riyanto, M.Pd. Materi yang beliau sampaikan dibuka dengan sebuah ungkapan “Bukan cantik yang menjadikan cinta, tetapi cinta yang menjadikan cantik” yang kemudian disusul dengan tepuk tangan dari para hadirin. Kemudian beliau menerangkan bahwa di dalam Islam cinta memiliki makna dan artian yang luas, salah satunya adalah ungkapan hati. Islam selalu mengajarkan kebaikan dan keadilan kepada sesama manusia baik yang seiman maupun tidak. Sebab, kebaikan dan keadilan itu sifatnya universal.
Sesi penyampaian materi pada dialog ini ditutup oleh narasumber terakhir yang menjelaskan konsep cinta kepada sesama dalam ajaran agama Budha, yaitu oleh bapak Yanto, SE. S.Pd.B. Berdasarkan materi yang disampaikan beliau, dalam agama Budha ajaran yang paling penting ditekankan pada pikiran. Sebab, pikiran manusia tidak tampak dan sulit dikontrol. Di lain sisi pikiran itu erat kaitannya dengan niat, karena niat adalah awal dari segala bentuk perbuatan. “Kita selalu diliputi ego dimana kita melihat diri sendiri dengan baik, tetapi tidak dengan orang lain”, sehingga tegas beliau untuk bisa mewujudkan cinta kasih kepada sesama kita harus bisa mengontrol pikiran dengan cara memperbaiki niat, seperti niat untuk berbahagia saat sebelum, ketika, dan sesudah berbuat kebaikan.
Penulis: Febri Utami Editor: D. Darmadi JA