Moderasi Dalam Pandangaan Berbahasa Keluarga Sarigen Hadirkan keistimewaan
PONTIANAK – fuad.iainptk.ac.id,Senin, 16/3, FUAD IAIN Pontianak bekerjasama dengan beberapa instansi mengadakan kegiatan International Conference on Religion, Humanity, and development (ICRHD) 2020. Kegiatan yang mengusung tema International Conference and Current Important Issues on Religion, Humanity and Development in Digital Era ini mengundang beberapa tamu, baik lintas provinsi maupun lintas negara. Para tamu ini mempresentasikan karya tulisnya berkaitan dengan tema yang telah ditentukan.
Presentasi dalam kegiatan ICRHD ini dibagi dalam beberapa cluster, diantaranya cluster humanity, da’wah communication, religion, dan development. Keempat cluster ini dipresentasikan di 11 kelas berbeda di Gedung Fakultas Ushuuddin Adab dan Dakwah (FUAD) IAIN Pontianak.
Salah satu cluster dalam kegiatan ini adalah Cluster Humanity Lingustic yang saat itu diisi oleh empat civitas akademika yang berbeda dengan judul yang berbeda pula. Keempat presentator tersebut mempresentasikan tema-tema menarik dari perspektif bahasa yang berbeda, yakni Bahasa Arab, Bahasa Inggris, dan Bahasa Indonesia.
Farninda Aditya, M.Pd merupakan salah satu presentator di cluster ini. Beliau memprentasikan tentang moderasi bahasa dalam lingkungan keluarga beda etnik. Objek penelitiannya adalah keluarga Saringen, yakni salah satu keluarga beretnik Madura yang keturunannya mengalami pernikahan beda etnik sehingga terjadi percampuran bahasa. Keluarga Saringen tidak menghilangkan identitas bahasa yang dimiliki, bahkan mereka memberi kebebasan berbahasa pada keluarga yang berbeda etnik dan bahasa.
Menurut Farninda, dalam mempertahankan moderasi berbahasa ini, keluarga Saringen tetap mendapatkan perlakuan istimewa dari lingkungan, kepandaian berbahasa membuat mereka diterima di lingkungannya. Contohnya saat kerusuhan 1997 tidak ada korban dari keluarga ini, mereka mendapatkan hartanya kembali dan memiliki pilihan untuk menetap di Pontianak atau tetap tinggal di Ngabang yang mayoritasnya Suku Dayak. Mereka bahkan disambut hangat oleh masyarakat sekitar sekembalinya dari Pontianak. Dalam presentasinya Farninda Aditya yang merupakan dosen Bahasa Indonesia di FTIK IAIN Pontianak memaparkan bahwa moderasi berbahasa tidak menimbulkan kecurigaan dalam berkomunikasi.
“Moderasi tidak sekadar tentang pandangan beragama tetapi juga pandangan berbahasa. Adanya beda bahasa yang digunakan di lingkungan memberikan informasi bahasa paling sedikit tentang frasa itu sendiri, sehingga tidak ada kecurigaan dalam berkomunikasi. Ketidakcurigaan dalam berbahasa membuat tingkat moderasi semakin tinggi baik moderasi agama maupun bahasa itu sendiri.” Ungkapnya.
Penulis: Mita Hairani
Editor: Sri Wahyuni