Dr. Rumadi Ajak Mahasiswa Kenali Potensi Konflik Keagamaan di Indonesia
PONTIANAK – fuad.iainptk.ac.id, Prgram Studi Agama-Agama IAIN Pontianak menggelar acara Workshop dengan tema Resolusi Konflik dan Mediasi: Trend Baru Peta Konflik dan Dialog sebagai Resolusi Strategis yang bekerja sama dengan LAKPESDAM PBNU dan FKUB Kalimantan Barat. Acara tersebut digelar dengan tujuan mengajak generasi milenial dan para pemuda untuk bersama-sama merajut perdamaian di Kalimantan Barat Jumat, 8/11.
Dr. Rumadi Ahmad ketua LAKPESDAM PBNU menjadi salah satu pemateri yang menyampaikan bagaimana cara mengelola konflik keagamaan di Indonesia.
“Indonesia adalah negara majemuk, dan Pancasila melindungi keberagaman itu”, tuturnya saat membuka materi. Indonesia terdiri dari 17.000 lebih pulau, 250-an agama dan kepercayaan, 1.340 suku bangsa dan 546 bahasa. Keberagaman ini dibangun dan disatukan di atas tiga perjanjian, yaitu Pancasila, UUD 1945 dan NKRI. Namun perjanjian tersebut bisa runtuh kapan saja apabila ada pihak lain yang berkhianat.
Di sisi lain, timbul sebuah pertanyaan besar “agama itu pemersatu atau pemecah belah?”. Banyak sekali argumen-argumen yang menyatakan bahwa Islam adalah agama pemecah belah, lantas apabila Islam tidak pernah ada akankah dunia terbebas dari konflik? Dr. Rumadi menjeaskan “dalam yang namanya hidup kita tidak bisa lepas dari yang namanya konflik”. Idealnya agama merupakan sebuah faktor pemersatu, namun dalam fakta sosial beberapa agama juga menjadi pemicu adanya konflik.
Menurutnya, situasi umat beragama kini bisa dibilang memperihatinkan. Kondisi demografi menunjukkan bahwa usia produktif dominan adalah pengguna media sosial. Hal ini juga menunjukkan bahwa dalam literasi keagamaan sekarang menimbulkan Urban Religiousity, yaitu cara beragama yang instan hingga muncullah istilah “pasar gelap ustadz”. Selain itu fenomena ini juga melahirkan tokoh agama yang tidak lagi otoritatif, agama telah dijadikan komoditi dalam politik.
“Sekarang konflik-konflik terbesar agama bukan lagi terjadi antara Islam dan non-Islam, tetapi Islam dengan Islam. Orang-orang beragama masa kini lebih bersikap toleran terhadap orang yang berbeda agamanya dan bersikap intoleran dengan sekte-sekte dalam agamanya sendiri. Selain itu konlfik terbesar bangsa kita saat ini adalah adanya gerakan yang ingin mengubah sistem negara menjadi Khilafah. Padahal, sekiranya mau dan bisa para pendahulu kita sudah duluan menerapkan hal itu.
“Meskipun Kiai-kiai besar pesantren mempelajari Siyasah Sulthoniyah, namun mereka tidak pernah berpikir untuk mendirikan negara khilafah karena mereka berwawasan kebangsaan” tutur beliau menyikapi hal tersebut.
Penulis: Febri Utami
Editor: Didi Darmadi