| | |

Meneladani 99 Sifat Allah: Harmoni Feminisme dan Maskulinisme dalam Pendidikan Islam Multikultural

Pontianak, (fuad.iainptk.ac.id) – Seminar Nasional Bimbingan dan Konseling Islam (BKI) FUAD IAIN Pontianak 2024 berlangsung dengan penuh antusiasme, tidak hanya di antara para peserta tetapi juga para narasumber yang terlibat aktif dalam diskusi. Sesi kedua seminar ini menghadirkan Sri Wahyuni, yang menyampaikan materi berjudul “Mengatasi Stereotip Gender dalam Pendidikan Islam Multikultural: Langkah-Langkah Menuju Kesetaraan.”

Sri Wahyuni menyoroti pentingnya pendidikan Islam multikultural yang tidak hanya menghargai keberagaman budaya tetapi juga mendobrak stereotip gender yang sering kali terinternalisasi dalam praktik pendidikan. Ia menjelaskan bahwa sifat keadilan dan kasih sayang dalam Islam harus diterapkan dalam menciptakan lingkungan belajar yang inklusif.

Suasana diskusi menjadi semakin hangat ketika salah satu narasumber Tri Ulfa Cahyani yang merupakan mahasiswa Semester VII Prodi Bimbingan dan Konseling Islam mengajukan pertanyaan setelah sesi panel resmi berakhir. Tri berbagi pengalamannya tentang anomali yang ia temui di sebuah komunitas, di mana seorang laki-laki merasa bahwa perempuan hanya pantas melakukan hal-hal yang bersifat feminin. Pertanyaan ini memicu pembahasan yang mendalam dan reflektif.

Menanggapi pertanyaan tersebut, Sri Wahyuni memberikan perspektif yang menarik dengan menghubungkan sifat-sifat Allah yang tercermin dalam 99 Asmaul Husna. “Jika kita melihat sifat Allah, di dalamnya terkandung unsur feminisme dan maskulinisme yang seimbang. Sifat kasih sayang (Ar-Rahman, Ar-Rahim) menunjukkan kelembutan, sedangkan sifat kekuasaan dan keadilan (Al-Malik, Al-Adl) mencerminkan ketegasan. Begitu pula manusia, sebagai makhluk Allah, harus mengintegrasikan kedua unsur ini tanpa kehilangan identitas dirinya sendiri,” jelasnya.

Pernyataan ini mendapat respons yang hangat dari peserta seminar. Salah satu peserta, mahasiswa semester akhir, menyampaikan bahwa penjelasan tersebut membuka wawasan baru baginya dalam memahami peran gender dalam Islam. “Saya merasa tercerahkan dengan pandangan bahwa sifat feminisme dan maskulinisme itu tidak saling bertentangan, melainkan melengkapi. Ini memberikan pemahaman baru bagi saya untuk lebih menghargai kesetaraan gender,” ujarnya dengan antusias.

Seminar ini tidak hanya menawarkan materi teoritis, tetapi juga memfasilitasi ruang refleksi dan dialog yang mendalam. Hal ini membuktikan bahwa isu kesetaraan gender dan pendidikan Islam multikultural adalah topik yang relevan dan memerlukan pendekatan yang kritis serta integratif.

Dengan tingginya partisipasi dan antusiasme peserta, Seminar Nasional BKI FUAD IAIN Pontianak 2024 tidak hanya menjadi ajang akademik, tetapi juga wadah untuk membangun pemahaman baru yang lebih inklusif dan berorientasi pada kemanusiaan.

Penulis : Sri Wahyuni, M.Pd.I
Editor : Imansyah

Similar Posts