MENYINGKAP TIRAI KEINDAHAN BAHASA ALQURAN
(Bagian Pertama: Wawu as-Tsamāniyah)
Oleh: Buhori (Dosen Bahasa Arab FUAD IAIN Pontianak)
Salah satu kemukjizatan Alquran yang tak dapat ditandingi terletak pada aspek keindahan bahasa yang digunakan. Kitab Alquran memiliki keindahan balagah yang begitu tinggi, sehingga selalu memikat hati para pemerhati bahasa dan sastra Arab guna menyelami keluasan nilai sastra serta mengungkap rahasia-rahasia yang terkandung di dalamnya. Sehingga tak mengherankan jika para sahabat-sahabat nabi dulu banyak yang memeluk Islam setelah mendengar lantunan ayat-ayat Alquran, seperti Suwaid bin Shamit, Thufail bin Amr Ad-Dausi, dan Jubair bin Muthim.
Di antara sekian banyak bentuk keindahan bahasa Alquran dari sisi balaghahnya adalah apa yang disebut dengan “Wawu al-Tsamāniyah”. Secara literal istilah ini bermakna “huruf wawu ke delapan”. “Wawu al-Tsamāniyah” merupakan huruf “wawu” yang digunakan setelah penyebutan tujuh hal dalam satu tema pembahasan, kata-kata sebelumnya tidak didahului huruf
athaf (kata sambung), dan baru kemudian untuk penyebutan kata yang ke delapan diawali dengan huruf “wawu”.
Pada dasarnya “Wawu al-Tsamāniyah” merupakan bagian dari uslūb (gaya bahasa) Arab yang sering digunakan orang Arab. Akan tetapi penggunaannya dalam Alquran tidak hanya sekedar menjadi bagian keindahan bahasa, akan tetapi juga mengandung muatan makna yang mendalam dan menakjubkan.
Wawu al-Tsamāniyah sebagai bagian dari bentuk uslūb Arab dapat terlihat pada frase berikut: محمد عالم ، فاهم ، راسخ ، تقي ، نقي ، زكي ، ورع ، وزاهد (Muhammad adalah orang yang alim, faham, mendalam, bertakwa, bersih, suci, wara
dan zuhud). Kata zāhid pada frase di atas menempati urutan yang ke delapan dari bentuk-bentuk sifat yang dimiliki Muhammad sebelumnya (alim, faham, mendalam, bertakwa, bersih, suci, wara
) dan dari tujuh sifat itu tidak ada satupun yang disambung dengan huruf athaf wawu. Penambahan huruf wawu hanya terdapat pada sifat ke delapan (zahīd). Sehingga huruf wawu tersebut disebut sebagai “Wawu al-Tsamāniyah”.
Wawu al-Tsamāniyah dalam Ayat-ayat Alquran
Penggunaan “Wawu al-Tsamāniyah” banyak juga ditemui dalam ayat-ayat Alquran. Misalnya pada QS. At-Taubah (9): 112:
التَّائِبُونَ الْعَابِدُونَ الْحَامِدُونَ السَّائِحُونَ الرَّاكِعُونَ السَّاجِدُونَ الْآَمِرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَالنَّاهُونَ عَنِ الْمُنْكَرِ … [التوبة/112]
Kata الناهون pada ayat di atas menempati urutan yang ke delapan dari tujuh sifat sebelumnya. Tujuh sifat sebelumnya tidak ada yang diawali dengan huruf athaf “wawu”. Penggunaan huruf wawu digunakan pada kata an-Nāhūna. Dengan demikian huruf wawu tersebut diistilahkan dengan Wawu al-Tsamāniyah.
Ayat lainnya dapat dilihat pada QS. At-Tahrīm (66): 5
عَسَى رَبُّهُ إِنْ طَلَّقَكُنَّ أَنْ يُبْدِلَهُ أَزْوَاجًا خَيْرًا مِنْكُنَّ مُسْلِمَاتٍ مُؤْمِنَاتٍ قَانِتَاتٍ تَائِبَاتٍ عَابِدَاتٍ سَائِحَاتٍ ثَيِّبَاتٍ وَأَبْكَارًا [التحريم/5]
Jika diperhatikan, ayat diatas menampilan delapan sifat seorang isteri yang baik yaitu; muslimātin, mukminātin, qānitātin, tāibātin, ābidātin, sāihātin, dan abkārā. Tujuh sifat sebelumnya tidak ada yang diawali dengan huruf athaf wawu, dan baru pada sifat yang ke delapan (abkārā) yang disambung menggunakan huruf wawu atau yang dikenal dengan Wawu al-Tsamāniyah. Dalam Alquran, penggunaan Wawu al-Tsamāniyah tidak hanya ditemukan untuk penyebutan kata yang ke delapan, akan tetapi juga digunakan dalam mengawali angka delapan. Perhatikan QS. Al-Kahfi (18): 22 dan QS.al-Hāqqah (69): 7 berikut: سَيَقُولُونَ ثَلَاثَةٌ رَابِعُهُمْ كَلْبُهُمْ وَيَقُولُونَ خَمْسَةٌ سَادِسُهُمْ كَلْبُهُمْ رَجْمًا بِالْغَيْبِ وَيَقُولُونَ سَبْعَةٌ وَثَامِنُهُمْ كَلْبُهُمْ [الكهف/22] سَخَّرَهَا عَلَيْهِمْ سَبْعَ لَيَالٍ وَثَمَانِيَةَ أَيَّامٍ (الحاقة/ 7) Pada QS. Al-Kahfi (18): 22 di atas Allah swt. menyebutkan beberapa angka, yaitu lima (khamsah), enam (sādis), tujuh (sab
ah), dan delapan (tsāmin). Angka-angka sebelumnya tidak ada satupun yang diawali dengann huruf “wawu”, dan hanya angka delapan yang dimulai dengan huruf wawu (wa tsāminuhum). Begitu juga pada QS.al-Hāqqah (69): 7, hanya angka delapan (wa tsamāniyata ayyāmin) yang diawali dengan huruf wawu tsamāniyah.
Rahasia Penafsiran Alquran Melalui Wawu al-Tsamāniyah
Analisis penggunaan Wawu al-Tsamāniyah dalam ayat Alquran tidak hanya terbatas pada aspek keindahan bahasa semata, akan tetapi juga mampu menyingkap rahasia kandungan ayat Alquran. Hal ini tergambar pada kandungan QS. Az-Zumar (39): 71 dan 73 berikut:
وَسِيقَ الَّذِينَ كَفَرُوا إِلَى جَهَنَّمَ زُمَرًا حَتَّى إِذَا جَاءُوهَا فُتِحَتْ أَبْوَابُهَا … (الزمر/ 71)
Orang-orang kafir digiring ke neraka Jahannam secara berombongan, sehingga ketika mereka sampai kepadanya (neraka) pintu-pintunya dibukakan …
وَسِيقَ الَّذِينَ اتَّقَوْا رَبَّهُمْ إِلَى الْجَنَّةِ زُمَرًا حَتَّى إِذَا جَاءُوهَا وَفُتِحَتْ أَبْوَابُهَا (الزمر/ 73)
Dan orang-orang yang bertakwa kepada Tuhannya mereka diantar ke dalam surga secara berombongan. Sehingga apabila mereka sampai kepadanya (surga) dan pintu-pintunya telah dibukakan…
Dua ayat di atas (yang menceritakan kondisi orang kafir dan orang takwa) menggunakan redaksi yang hampir sama. Hanya saja untuk ayat yang pertama (QS.39: 71) yang menggambarkan kondisi orang-orang kafir saat digiring menuju neraka, pada frase “” فُتِحَتْ أَبْوَابُهَا (pintu-pintunya dibukakan)” tidak diawali dengan huruf “wawu”. Sementara untuk ayat yang kedua (QS. 39: 73) yang mengisahkan kondisi orang-orang yang bertakwa saat diantar menuju surga, frase tersebut didahului dengan huruf “wawu” وَفُتِحَتْ أَبْوَابُهَا (dan pintu-pintunya dibukakan).
Menyikapi rahasia di balik pemilihan diksi pada ayat Alquran di atas, sebagian mufassir menyatakan bahwa pada ayat yang pertama (QS.39: 71) frase “” فُتِحَتْ أَبْوَابُهَا tidak diawali huruf wawu As-Tsamāniyah berkorelasi dengan banyaknya pintu-pintu neraka yang berjumlah tujuh. Saedangkan untuk ayat yang kedua (QS. 39: 73) frase وَفُتِحَتْ أَبْوَابُهَا dibarengi dengan wawu As-Tsamāniyah yang menunjukkan bahwa jumlah pintu-pintu surga sebanyak delapan.
Keindahan gaya bahasa yang dimiliki kitab Alquran serta kedalaman makna yang terkandung di dalamnya semakin menjadi bukti kuat bahwa kitab suci ini bukanlah buatan manusia, bukan pula hasil dari pemikiran nabi Muhammad saw. akan tetapi ia merupakan wahyu yang diturunkan oleh Allah swt. Tuhan yang Maha Mengetahui dan mencitai akan keindahan.