| |

Dosen SAA Ikuti Konferensi Internasional Studi Agama-agama di UIN Sunan Kalijaga

YOGYAkARTA – fuad.iainptk.ac.id, Konfrensi Internasional Studi Agama-Agama Rabu, 20/11. yang diselenggarakan oleh Program Studi Agama-Agama Fakultas Ushuludin dan Pemikiran Islam UIN Sunan Kalijaga ini dihadiri oleh kalangan akademisi dari berbagai daerah di Indonesia, termasuk di dalamnya delegasi dari program Studi Agama-Agama IAIN Pontianak. Sementara akademisi dari negara tetangga juga hadir dari Malaysia, Singapura, Thailand, Filipina dan Vietnam. Selain itu, ikut hadir sejumlah tokoh dan pemuda lintas agama yang menambah kehangatan dan antusiasme seluruh peserta dan nara sumber yang hadir.

Acara yang dihelat di Hotel Saphir Yogyakarta tersebut memiliki dua tujuan utama, pertama bertujuan untuk mengembangkan kajian atau studi agama-agama di Asia Tenggara dan kedua berupaya menghadirkan metode-metode baru untuk mempelajari agama-agama, secara khusus sebagai bentuk respon terhadap sejumlah persoalan yang mengemuka di Asia tenggara. Kekayaan budaya, keragaman agama serta sejumlah persoalan adalah sauatu kasus dan fakta yang meniscayakan adanya pengembangan studi-studi agama, terutama mengenai metode kajian agama-agama.

Sesuai dengan agenda yang direncanakan, konfrensi tersebut secara resmi dibuka oleh ketua panitia pukul 09.00 WIB, kemudian dilanjutkan dengan sesi pendalaman mengenai beberapa tema. Sesi pertama mengenai peta konsep metode studi agama-agama di Asia Tenggara, dalam hal ini disampakan oleh Prof. Dr Syafaatun Al-Mirzanah dari UIN Sunan Kalijaga dan Dr. Muhammed Ilyas, MA dari Liverpool University at Singapore. Poin pokok dari sesi pertama ini menegaskan bahwa studi agama-agama tidak cukup dituntaskan hanya pada kajian teoritis tentang tipe-tipe pemikiran moderasi dalam setiap agama. Penyelesaian problem agama-agama harus benar-benar membumi dari hasil pengelaman-pengalaman sosial baik lokal maupun pengalaman global.

Sesi kedua dimulai setelah makan siang. Pada sesi kedua ini mengulas beberapa pengalaman studi agama-agama di beberapa tempat. Pengalaman di Indonesia disampaiakan oleh Dr. Samsul Hidayat yang mengembil kasus di Kota Singkawang. Berikitnya pengalaman di Malaysia yang disampaikan oleh Siti Salwa MD Samawi. Paling terakhir pengalaman di Thailand yang disampaikan oleh Le Ngoc Bich Ly, PhD.

Pada sesi kedua ini terlihat lebih menarik,  karena masing-masing narasumber menyampaikan beberapa keunikan pengalamannya masing-masing. Untuk dua pengalaman di luar Indonesia menunjukkan karakteristik pengalaman yang sangat formal. Karena yang disampaikan oleh dua narasumber mengangkat studi agama-agama yang dilakukan di ruang kelas. Misalnya, Siti Salwa dari Malaysia menyampaikan suatu poin utama, bahwa ajaran kerukunan agama itu harus hadir pada setiap mata kuliah atau pelajaran. Sementara Le Ngoc Bich Ly menyampaikan optimisme dalam studi agama-agama yang bertujuan pada hadirnya kerukunan. Menurutnya, persoalan kerujukunan adalah visi dari setiap agama, karena itu studi agama-agama secara formal harus berangkat dari visi agama.

Pengalaman dari studi agama-agama dari Indonesia yang disampaikan oleh Samsul Hidayat menunjukkan kekhasan yang kental dibandingkan dengan dua pengalaman sebelumnya. Tema diplomasi kuliner yang dipilih oleh Samsul Hidayat dosen dari IAIN Pontianak ini disambut antusias oleh para peserta. Beberapa pertanyaan penasaran ditujukan kepada Samsul Hidayat, namun semuanya mengalir renyah, serenyah tema yang disampaikan, bahwa segala ketegangan akan selesai dengan diplomasi kuliner (meja makan). Intinya, penyelesaian problem agama-agama tidak selalu harus berangkat dari pembahasan yang sangat ruwet tetapi perlu daya kreatifitas dan imajinasi yang tinggi, sehingga pola penyelesaiannya dapat berangkat dari hal-hal yang sederhana.

Konfresnsi ini memberikan dampak yang positif, setidaknya menambah suatu wawasan bahwa studi agama-agama saat ini telah menjadi kesadaran bersama hampir di seluruh belahan dunia. Jika pengalaman di Malaysia merekomendasikan studi agama-agama hadir pada setiap subyek atau mata pelajaran, maka hal tersbeut mengindikasikan bahwa setiap kelembagaan baik pemerintah atau swasta seharusnya juga memerlukan kehadiran divisi kerukunan beragama dalam struktur pengelolaan. Dengan demikian, lapangan kerja sarjana program Studi Agama-Agama kini terbuka luas dan cair, karena keragaman agama hadir pada setiap sisi kehidupan manusia, termasuk di ruang-ruang profesional.

Pukul 16.30 Konferensi Internasional tersebut ditutup. Seluruh peserta membawa kesan dan optimisme. Optimisme untuk Program Studi Agama-Agama ke depan akan menapaki harapan yang cemerlang.

Penulis: Ach Tijani

Editor: Didi Darmadi

Similar Posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *